SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

METROPOLIS

Kamis, 18 Februari 2021 15:26
Mengenal Channa Marulioides yang hidup di Sungai Mentaya

Sejenis Ikan Gabus, Diminati Pecinta Ikan dari Luar Negeri

LANGKA: Desse Arbarianto menunjukkan koleksi ikan hiasnya.

Channa Marulioides menjadi primadona di kalangan pemancing ikan. Jenis ikan gabus ini disebut-sebut sebagai ikan purba yang bertahan hidup hingga sekarang. Keindahan bentuk, corak warna, hingga kelebihan lainnya membuat Channa Marulioides menjadi incaran pecinta ikan hias.

HENY, Sampit

Memancing ikan langka digemari Desse Arbarianto sejak 2008. Pria yang sebelumnya bekerja sebagai ahli service komputer ini memutuskan berpindah haluan jual beli ikan hias Channa Marulioides.

Perlu proses yang cukup panjang, hingga pada akhirnya di tahun 2017 dia serius menggeluti dunia  ikan lokal langka seperti Channa Marulioides.

“Saya hobi memancing ke pelosok daerah. Senangnya mencari ikan langka. Kalau saya dapat ikan melebihi 5 kg saya dokumentasikan dalam bentuk gambar dan video sebagai eksistensi pribadi untuk dipertontonkan ke kawan-kawan sesama angler,” kata pria kelahiran Sampit, 9 Desember 1981 ini.

Di tahun 2017, pertama kalinya dia mengunggah video yang diambilnya pada tahun 2015 ke akun facebook. Di tahun 2018, Desse mulai mengenalkan Channa Marulioides ke Youtube Riding n Fishing.

“Niat saya ingin mengenalkan dan mengedukasi kepada sesama pecinta ikan hias. Semua itu terus berproses dari 1k subscriber tidak sampai setahun langsung meningkat menjadi 9k, sampai di Februari 2020 channel Youtube saya baru menghasilkan (uang),” ucap Youtuber dengan 10k pengikut.

Dia tak menyangka, niat yang awalnya ingin memberikan edukasi kepada sesama pecinta ikan gabus hias dan sekaligus mempromosikan ke masyarakat luas, ternyata membuah hasil.

“Dulu saya sering dicibir warga Sampit. Ngapain pelihara ikan gabus, di pasar banyak,” ucapnya menirukan orang yang mencibirnya.

Seiring berjalannya waktu, Desse membuktikan bahwa ikan kesayangannya begitu digemari  masyarakat di berbagai negara. Seperti Thailand , Singapura, Jepang, Cina, dan lain-lain. Berkat Youtube, postingannya justru diminati masyarakat luar negeri.

”Di kalangan masyarakat lokal, ikan ini masih belum begitu dilirik,” kata Desse saat ditemui Radar Sampit, Sabtu (13/2).

Di ruko miliknya di Jalan HM Arsyad, Desse mengenalkan kepada Radar Sampit berbagai jenis Channa Marulioides yang didapatnya dari para nelayan. Terdapat kurang lebih 20 aquarium berisi Channa Marulioides berbagai varian dan ukuran. Masing-masing aquarium terdapat Channa Marulioides varian red dan orange berusia remaja dengan panjang 20-35 cm dengan total 10 ekor.  Channa Marulioides varian red dan orange berusia dewasa dengan panjang 55-60 cm dengan total 4 ekor. Ada pula 200 ekor ikan Channa Maruliodes anakan.

Untuk usia remaja, Ikan Channa Maru Red dijual Rp 1,5 juta - 2,5 juta. Sedangkan, usia dewasa dibanderol Rp 1,5 juta - 15 juta. Tergantung bentuk, warna, corak, serta keindahannya.

Selain Channa Marulioides varian red dan orange, dia juga mempelihara seekor Channa Marulius yang konon ditemukan di negara India di tahun 1822. Namun, ikan spesies Channa Marulius tidak diperbolehkan diperjualbelikan. Padahal, Channa Marulius ini juga pernah ditemukan di perairan Kalteng di tahun 2018.

“Ikan Channa Marulius ini memang penuh perdebatan. Jangankan dilepasliarkan, berdasarkan aturan juga tidak diperbolehkan diperjualbelikan dan termasuk daftar ikan ilegal,” ujarnya.

Sejak tahun 2017 hingga 2021, Desse sudah memperjualbelikan Channa Marulioides hingga ke  Cina, Jepang, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam kurang lebih 1000 ekor berusia remaja dan dewasa.

“Kalau mau ekspor, saya harus mengurus izin ke kantor kesehatan pelabuhan (KKP). Jadi, tidak sembarang kirim, saya ikuti sesuai aturan main,” ujarnya.

Di antara varian red, orange, dan yellow, peminatnya lebih cenderung memilih yellow. Hal itu dikarenakan harganya yang lebih murah dibandingkan varian red dan orange.

“Peminatnya banyak yang membeli varian yellow, karena varian red tergolong langka sehingga harga jualnya pun tinggi,” ujarnya.

Desse membeli ikan dari para nelayan di wilayah Kabupaten Kotim dengan kisaran harga Rp 150 ribu – Rp 500 ribu per ekor untuk usia remaja berukuran 20-35 cm. Usia remaja dengan panjang 40 cm lebih dihargai Rp 500 ribu - 1,5 juta per ekor.

“Saya membeli ke berbagai nelayan di Sei Ubar. Jadi, dari alam, ke nelayan, dan saya beli dengan harga per ekor,” katanya.

Nelayan yang tidak punya penerangan listrik, dia sediakan pengadaan solarcell. "Jadi, saya ingin membina dan membantu kehidupan nelayan di pelosok desa yang selama ini belum terkaver di program pemerintah,” kata pria yang hobi motor trail ini.

Tak hanya memperjualbelikan ikan gabus hias, Desse terus belajar dan memahami perawatan, pemeliharaan, hingga tahu bagaimana caranya merawat ikan yang sedang sakit.

“Banyak penjual ikan yang tidak memahami fase adaptasi, tahu menjual saja. Diterima pembeli, tidak lama ikan mati. Ini yang sangat disayangkan. Saya tidak ingin pecinta ikan hias atau masyarakat awam menilai Maru Red yang hidup di perairan Kalimantan dinilai cepat mati. Mati atau tidaknya, tergantung perawatannya,” katanya.

Desse menjelaskan, Channa Maru umumnya menjalani fase adaptasi karantina selama kurang lebih dua minggu sejak ikan diterimanya dari nelayan.

“Air di perairan sungai dengan di aquarium, memiliki kadar keasaman atau pH (Power of Hydrogen) berbeda. Di sinilah ikan melalui beberapa fase. pH air sungai di kisaran 3-4, sehingga di dalam kaca aquarium disesuaikan dan terus ditingkatkan menjadi 5-6, sampai akhirnya ikan bertahan dengan kadar pH 7-8 dan siap jual,” ujarnya.

Di fase adaptasi ini, ikan bisa mengalami sakit. Pergerakannya tubuhnya tidak selincah biasanya. Desse  berusaha memahami dengan membuatnya senyaman mungkin.

”Aquarium dibuat gelap keruh seperti kondisi di sungai,” katanya sambil menunjukkan Channa Marolioides berukuran panjang 60 cm yang sedang mengalami sakit.

Kecintaannya terhadap Channa Marulioides membuatnya terus menggali sejarah penemuan ikan yang tergolong langka tersebut.  Channa Marulioides dipatenkan pada tahun 1851 oleh warga keturunan Belanda bernama Pieter Bleeker yang lahir pada 10 Juli 1819. Dahulu kala, Pieter berprofesi sebagai dokter bedah pada pemerintahan militer Hindia Belanda pada tahun 1842 di Batavia yang sekarang bernama Jakarta.

Selama tiga tahun bekerja sebagai dokter, Pieter pensiun di tahun 1845. Namun, bukannya balik ke Belanda, Pieter malah menaruh ketertarikan sebagai Iktiologi atau Ahli Peneliti Ikan sampai wafat di tahun 1878. Sepanjang hidupnya menjadi peneliti ikan, Pieter telah mengarang buku tentang berbagai spesies jenis ikan di seluruh dunia termasuk Indonesia.

Dari bukunya yang berjudul “Atlas Ichthyology”, Pieter sudah mendeskripsikan 1.925 Spesies ikan di Indonesia dan negara lain dan 520 marga (genus). Sehingga, tak heran Channa Marulioides tergolong ikan purba, langka, dan menjadi primadona di kalangan pecinta ikan hias.

“Di dunia hanya ditemukan di tiga negara; Thailand, Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia sering ditemukan di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat dan Sumatera,” ujarnya.

Dahulu, Channa Marulioides dijadikan sebagai bahan baku pembuatan ikan asin atau ikan kering. Spesies ini memiliki albumen yang sangat tinggi serta berkhasiat menyembuhkan luka, pascamelahirkan maupun luka pada organ dalam tubuh lainnya. Maka tidak heran, ikan ini diburu untuk dijadikan alternatif pengobatan.

“Seiring berjalannya waktu ikan yang dulunya jadi konsumsi masyarakat menjadi ikan hias yang digemari masyarakat dengan harga yang tinggi,” katanya.

Di kalangan angler, Channa Marulioides menduduki kasta tertinggi sehingga bagi yang berhasil mendapatkannya akan mendapatkan gelar auto master oleh sesama angler. Ikan ini tumbuh di perairan air tawar. Keberadaannya yang sangat langka dan dikenal pemalu membuatnya sulit untuk ditemukan.

“Mencari ikan ini ada momennya. Memancingnya kalau tidak pagi sekalian, atau sore sekalian,” ujarnya.

Pada 7 September 2004, Master Casting dari Malaysia memancing di Sempadan Perak, Malaysia dan menemukan jenis spesies ikan yang sama.

 

Lokasi ditemukannya Marulioides di hutan rawa, perairan yang dangkal dan tenang dengan tanah gambut dan pepohonan yang tumbuh seperti daun pakis, pohon rasau sama seperti di wilayah Kalimantan.

“Orang Malaysia biasa menyebutnya toman bunga karena Ikan Channa Maru memiliki kemiripan dengan toman dengan nama latin Channa Micro Pheltes. Uniknya ikan Channa yang ditemukan di Pahang, Malaysia berwarna kekuningan dan hidup diperairan yang sama kondisinya seperti di Kalimantan,” ujarnya.

Pengamatannya pada Ikan Channa terus didalaminya sampai dia bergabung di grup facebook dengan nama Indonesia Snakehead Club. Grup ini dibentuk pada 14 Maret 2015 dengan total pengikut 77 ribu dari berbagai negara seperti Thailand, Belanda, Singapura, Malaysia, dan lain-lain.

Keberadaan Channa Maru Red mulai bermunculan di tahun 2018 dan terus berkembang biak. Di Kalteng saja, ikan ini dapat ditemukan di Sampit, Pangkalan Bun, Seruyan, Katingan, Kuala Kapuas, Buntok, Sebangau, Palangka Raya.

“Ikan ini termasuk hewan purba, karena bernafas dengan labirin, sehingga dia bisa berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain di atas daratan. Dimana ini sering terjadi pada saat terjadi kemarau panjang,” katanya.

Pada zaman dahulu ketika belum ada kendaraan roda dua atau roda empat, penduduk lokal biasa menggunakan transportasi perahu, jukung, perahu motor atau kelotok, hampir ke seluruh wilayah Kalimantan terkoneksi dengan sungai besar atau sungai kecil. Namun, seiring berjalannya waktu serta tuntutan zaman, dimulai adanya ilegal loging dan berkembangnya usaha perkebunan sawit sehingga membuat ekosistem di alam Kalimantan berubah drastis dari waktu ke waktu.

“Aktivitas ilegal loging membuat tatanan dan arus sungai menjadi berubah dari lebar menjadi menyempit. Dari yang tidak terkoneksi menjadi terkonesi, sehingga membuat sungai berubah dan termasuk habitat spesies yang ada semakin berpindah kearah yang jauh dari aktivitas manusia,” ujarnya.

Menurutnya, aktivitas ekspansi perkebunan sawit dinilai baik untuk perekonomian warga namun tidak untuk alam. Dampak tata ruang perkebunan membuat hutan semakin menyempit dan limbah dari perusahaan nakal mengakibatkan ikan mati karena racun yang menyebar semakin luas dan tidak terkendali. Belum lagi aktivitas tahunan warga yang melakukan pembakaran lahan liar semakin membuat potret hutan telah digerogoti secara perlahan-lahan oleh tangan manusia itu sendiri.

“Perubahan ekosistem ini membuat spesies ini tak seperti pada 170 tahun lalu. Namun, uniknya setiap lokaliti daerah memiliki ciri khas,” ujarnya.

Channa Marulioides ini merupakan ikan predator dan bisa saling membunuh sesama jenis. Makanannya kodok, udang dan lain-lain. Jika di alam bebas ikan ini mampu bertahan hidup selama lima tahun ke atas. Ikan Channa mampu terus tumbuh mencapai 1,5 meter.

 

“Ada yang sudah pernah terekspos sepanjang 80 cm. Ikan Channa ini karakternya moody. Tubuhnya akan berubah warna menjadi gelap ketika sedang berburu atau sedang marah. Namun, ketika ikan ini lagi mager (malas gerak) ikan ini memiliki tubuh dengan warna yang cerah,” ujarnya.

Desse mengatakan sebaik-baiknya keeper adalah alam itu sendiri. Sehingga, untuk melestarikan agar Ikan Channa ini tidak punah, dia berharap pemerintah berperan dan mendukung untuk membudidayakan Channa Marulioides.

“Di Indonesia hanya ada 4-5 orang yang mulai membudidayakan ikan ini. Di negara Jepang dan Cina mereka berlomba-lomba membudidayakannya, sehingga ini menjadi tantangan saya kedepan untuk membudidayakan jenis ikan ini,” katanya.

Setiap daerah mempunyai varian terbaiknya masing-masing. Bentuk, corak, warna yang beragam itu dipandang sebagai anugerah dari Allah.

”Sesama angler, berhentilah meributkan masalah keunggulan lokaliti masing-masing karena yang lebih penting bagaimana kita melestarikan.  PR kita bersama membudidayakan ikan langka yang menjadi aset Kalimantan dan secara luas di Indonesia,” tandasnya. (hgn/yit)

loading...
BERITA TERKAIT

BACA JUGA

Rabu, 24 Januari 2024 11:16

Di Kalteng Sejak Oktober Tahun Lalu Penarikan Uang Melonjak Ratusan Miliar

Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kalimantan Tengah (Kalteng) mencatat ada…

Selasa, 23 Januari 2024 01:01

Pelaku Percobaan Pemerkosaan di Kalteng Ini Ternyata Masih Kerabat Korban

AK (30), pelaku percobaan pemerkosaan terhadap gadis desa berusia 18…

Minggu, 21 Januari 2024 11:06

Ada Caleg Siapkan Uang Melimpah Jelang Coblosan, Ngakunya untuk Tim Pemenangan dan Relawan

Kurang dari satu bulan lagi Pemilu 2024 digelar. Calon anggota…

Sabtu, 20 Januari 2024 00:38

Sudah Dua Tahun, Misteri Kematian Hotma Hutauruk Belum Terungkap

Kepolisian Resor Kotawaringin Timur (Polres Kotim) mengalami kesulitan mengungkapkan kasus…

Sabtu, 20 Januari 2024 00:31

Lingkar Selatan Sampit Masih Jadi Sarang Prostitusi di Kalteng

Praktik prostitusi di Jalan Lingkar Selatan, Sampit, Kalimantan Tengah masih…

Kamis, 18 Januari 2024 11:10

Jualan Narkoba, Haji Gaul di Kalteng Ini Akhirnya Masuk Penjara

Perilaku kakek setengah abad ini tak patut dicontoh. Seharusnya dia…

Kamis, 18 Januari 2024 11:08

Gagal Perkosa Gadis Tetangga, Pemuda di Kalteng Ini Masuk Bui

AK, pria asal Desa Terantang Hilir, Kecamatan Seranau, Kabupaten Kotawaringin…

Kamis, 18 Januari 2024 11:05

Akhirnya Kejati Kalteng Tahan Dua Tersangka Korupsi BOK Dinkes Barsel

Dugaan tindak pidana korupsi dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) di…

Kamis, 18 Januari 2024 11:02

Algojo Bentrok Perebutan Kebun Kelapa Sawit di Kalteng Sama-Sama Dibui

Kasus perkelahian maut akibat berebut kebun sawit di Desa Pelantaran…

Rabu, 17 Januari 2024 11:26
Direncanakan Jadi Lokasi Destinasi Wisata Taman Satwa

Di Pulau Hanibung, Tidak Hanya Buaya, Sejumlah Satwa Liar Dilindungi Bisa Hidup Bebas Di Sana

Rencana Bupati Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Halikinnor meninjau Pulau Hanibung…
Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers